Jumat, 09 November 2012

ISIM MABNI


Isim Mabni

Author: Badar Online | Posted: 19-12-2008 | Category: Dasar, Nahwu
 
Isim Mabni

Isim mabni adalah isim yang keadaan akhirnya tidak mengalami perubahan walaupun diletakkan pada posisi yang berbeda dalam suatu kalimat.

Contoh:

هَذَا جَدِيْدٌ (Ini baru)
قَرَأْتُ هَذَا (Aku membaca ini)
فِي هَذَا قِِصَص (Di dalam ini terdapat kisah-kisah)

Macam-Macam Isim Mabni

1. الضَمِيْرُ

Contoh:  أَنْتَ – نَحْنُ - هُوَ

2. اِسْمُ الإِشَارَةِ

Contoh: هَذِهِ – هَؤُلاَءِ - ذَلِكَ


3. اَلاِسْمُ الَمْوْصُوْلُ

Contoh: اَلَّذِي – اَلَّتِي – اَلَّذِيْنَ

4. اِسْمُ الاِسْتِفْهَامِ

Contoh: مَنْ – أيْنَ – كَيْفَ

 5. اِسْمُ الشَّرْطِ

Contoh: مَنْ – مَتَى -  مَا

Catatan:

1. Dhommah merupakan ciri pokok isim marfu’, fathah merupakan ciri pokok isim manshub, dan 
kasroh merupakan ciri pokok isim majrur.
 
2. Ada beberapa kelompok isim yang perubahan keadaan akhirnya tidak ditandai dengan perubahan harokat, akan tetapi dengan perubahan huruf.

Contoh:

مُسْلِمُوْنَ (Marfu’)
مُسْلِمِيْنَ (Manshub)
مُسْلِمِيْنَ (Majrur)

Senin, 05 November 2012

HIDUP MULIA DENGAN ILMU


HIDUP MULIA DENGAN ILMU
Oleh: Finza 


            Miris melihat kenyataan di lapangan saat ini. Semakin hari tingkat pengangguran di negeri ini semakin meninggi saja. Ijazah, titlel sarjana, gelar doktor, bahkan profesor sekalipun seolah tak mempunyai arti lagi di zaman globalisasi seperti saat sekarang ini.
            Lihatlah berapa banyak sarjana jebolan universitas unggulan yang akhirnya menjadi pengangguran, berapa banyak sarjana tunggang langgang mengantarkan surat lamaran dari satu kantor ke kantor lainnya. Belum lagi masalah meningkatnya kriminalitas seiring meningkatnya pengangguran. Di setiap sudut terjadi tawuran yang pelakunya tak lain adalah mahasiswa.
            Lalu bagaimana presfektif Islam dalam hal ini?
            Allah Swt. mewajibkan kepada umat muslim untuk menuntut ilmu.  Sebagaiamana hadits Rasullah SAW. “Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap orang Islam.” (HR. Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik).
            Sungguh Islam adalah agama yang sempurna. Salah satu cara ampuh untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan cara menuntut ilmu. Coba kita perhatikan fenomena saat ini, sering kali kita temukan bahwa tujuan kuliah tak lagi sebagai wadah untuk menuntut ilmu tetapi sebagai ajang berburu gelar. Setiap orang berlomba menembus Perguruan Tinggi Negri (PTN) entah itu dengan cara yang benar maupun dengan cara yang diharamkan sekalipun. Namun pada kenyataaannya orang-orang lebih banyak memilih cara praktisnya saja. Yakni dengan tindakan penyuapan.Seleksi masuk yang gelar pun menjadi sebatas formalitas saja, bagaimana tidak. Jika mereka tak lulus dalam seleksi, mereka tinggal membayar berapa saja yang diminta. Perkara selasai. Universitas impian pun menjadi miliknya.
            Tetapi coba sejenak kita renungkan, bagaimana jadinya generasi yang lahir dari tindak kecurangan. Generasi seperti inilah yang menjadi pemicu meningkatkan pengangguran.
            Apakah sama antara orang yg berilmu dengan orang yang tidak berilmu.”  (QS. Az-Zumar:9)
            Senada dengan firman Swt di atas, jelaslah bahwa Allah tidak pernah memandang kepada gelar yang didapat seorang hamba. Tetapi Allah menilai seseorang berdasarkan ilmu yang dimilikinya. Itulah penyebab mengapa Allah mewajibkan kita menuntut ilmu. Seorang yang berilmu tidak hanya mudah dalam mendapatkan pekerjaan tetapi juga mulia disisi Allah. Seperti firman Allah dalam Surah Mujadalah ayat 11:
            “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu “Berilah kelapangan di dalam mejelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
            Islam tidak menganjurkan kita untuk menuntut ilmu yang berkaitan dengan agama saja, tetapi juga mendalami ilmu-ilmu lainnya, seperti saints, teknologi, juga tentang kejiwaan sekalipun. Pun Islam memerintahkan kita untuk belajar dari mana saja, tidak hanya dari sekolahan, universitas, atau tempat-tempat formal jenis lainnya. Tetapi ilmu itu bisa didapat dari mana saja, bahkan seorang perampok pun dapat dijadikan guru. Dalam sebuah riwayat diceritakan, suatu hari Imam Bashri dirampok oleh seseorang. Kemudian Hasan Bashri mengatakan “Ambillah semua hartaku yang kalian inginkan, tetapi jangan ambil bungkusan yang ada di pundakku ini,” karena penasaran perampok tersebut merampasnya. Kemudian tercecerlah buku-buku dari bungkusan tersebut, “Kenapa buku-buku ini begitu berarti bagimu?’ tanya perampok. Hasan Bashri menjawab “Buku adalah sumber ilmu.” Perampok pun berkata, “Ilmu itu di dada, bukan di dalam buku.” Terenyuhlah hati Hasan Bashri mendengarnya. Seorang perampok saja dapat memberikan pelajaran, bagaimana pula dengan kita yang memiliki hati dan pikiran yang lebih jernih. Lagi-lagi kuncinya adalah ilmu. Ibadah tanpa ilmu sudah pasti salah, tetapi ilmu saja pun tanpa pernah beribadah tak bernilai sama sekali.
            “Tuntutlah ilmu tetapi tidak melupakan ibadah. Dan kerjakanlah ibadah tetapi tidak boleh lupa pada ilmu.” (Imam Hasan Al-Bashri)
            Kadangkala kita kerap berpikir bahwa gelar sarjana adalah harga mati kesuksesan. Karena gelar dapat menjamin pekerjaan. Inilah kekeliruan yang fatal. Bukankah sudah jelas bahwa Allah telah menetapkan rezeqi pada setiap hamba-Nya. “Allah melapangkan rezeqi bagi hamba yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang membatasi baginya. Sungguh Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS.29:62).
            Sekarang semakin jelaslah bahwa tugas utama kita adalah belajar dan menuntut ilmu karena Allah sangat memuliakan orang-orang yang berilmu, tentunya ilmu yang dapat memberikan rmanfaat kepada semua orang. “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri cina.” Demikian pepatah bijak mengatakan. Menuntut ilmu adalah kewajiban yang amat mulia. Semakin banyak ilmu kita maka semakin mudah pula jalan kita menuju jannah-Nya.
            Abu Hurairah r.a meriwayatakan dari Nabi Muhammad Saw, “Barangsiapa menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Imam Muslim).
            Semoga kita termasuk orang-orang yang gigih dalam mencari ilmu, bukan gigih dalam mencari gelar. Jika orientasi kuliah adalah gelar, maka selamat menjadi pengangguran, tetapi jika orientasi kuliah adalah ilmu, mudah-mudahan Allah meninggikan derajat kita.


Jumat, 02 November 2012

Tanda-tanda Isim Muanats

www.badaronline.com


Tanda-Tanda Isim Muannats

 Author: Badar Online | Posted: 20-11-2008 | Category: Dasar, Nahwu

Tanda-Tanda Isim Muannats Diantaranya:

1. Isim yang diakhiri dengan ta’ marbuthoh

Contoh:

 مَدْرَسَةٌ (Sekolah) 
قَلَنْسُوَةٌ (Peci)
مُدَرِّسَةٌ (Seorang pengajar perempuan)
مُسْلِمَةٌ (Perempuan muslimah)

2. Nama orang perempuan

Contoh:

مَرْيَمُ (Maryam)
زَيْنَب (Zainab)

3. Isim yang khusus untuk perempuan

 Contoh:
أُمٌّ
 (Ibu)
مُرْضِعٌ (Orang yang menyusui)

4. Nama negara atau kota

Contoh:

إِنْدُوْنِيْسِيَا (Indonesia)
جُوْكْجَاكَرْتَا (Jogjakarta)

 5. Nama anggota badan yang berpasangan

Contoh:

عَيْنٌ (Mata)
يَدٌ (Tangan)

 6. Jamak taksir

Contoh:

كُتُبٌ (Buku-buku)
فِرَقٌ (Golongan-golongan)

Catatan:

Nama orang laki-laki, walaupun diakhiri dengan ta’ marbuthoh tetap dikatakan sebagai isim mudzakkar

Contoh :

أُسَامَةُ (Usamah)
مُعَاوِيَةُ (Mu’awiyah)