Oleh: Finza H.
Lisan adalah anugerah Allah yang
patut kita syukuri sebab tanpa lisan kita tidak dapat berbicara sedikitpun.
Meski ukurannya kecil namun perannya begitu penting bagi kehidupan kita. Betapa
tidak, lisanlah yang menghantarkan kita ke surga atau ke neraka.
Lisan tak ubahnya pedang. Apabila
kita menggunakannya dengan benar maka ia bisa menjadi perisai bagi kita, namun
jika kita salah dalam menggunakannya maka ia justru menjadi boomerang bagi
kita. Itulah mengapa Rasullah SAW sangat menekankan kepada umatnya untuk
benar-benar memelihara lisannya.
Dari Sufyan Bin Abdullah
Ats-Tsaqofi, Dia berkata, “Saya telah bertanya, ‘Wahai Rasullah, katakanlah
kepadaku satu urusan untuk aku jadikan pegangan,’ Rasullah bersabda ‘Katakanlah
Rabbku adalah Allah, kemudian istiqomahlah!’ Aku berkata, ‘Wahai Rasullah,
sesuatu apakah yang paling engkau takutkan dariku?’ Kemudian beliau memegang
lidahnya dan bersabda, ‘Ini’ (Lisannya).” (HR. Tirmidzi)
Hadits di atas menunjukkan pada kita
bahwa lisan adalah sesuatu yang memiliki bahaya besar bagi kita. Sampai-sampai
Rasullah merasa takut kalau kita salah dalam menggunakannya. Dan diam merupakan
perkara yang lebih baik jika kita tidak bisa berkata yang baik.
“Barangsiapa yang beriman kepada
Allah dan hari kiamat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” (Muttafaq
‘alaih)
Bahaya lisan tampaknya tak begitu
disadari oleh pemiliknya. Buktinya kita jarang sekali menyadari gerak lisan
kita. Hanya dalam hitungan detik lisan kita mampu mengeluarkan berbagai kata,
entah itu baik atau tidak. Lalu lisan yang bagaimanakah yang mendatangkan
petaka?
- Menyakiti
Tetangga
Dari
Abu Huroiroh RA, ia berkata: Ada seorang lelaki mengatakan, “Wahai Rasullah, si
fulanah terkenal banyak sholat, puasa dan sedekahnya. Sayangnya, ia suka
menyakiti tetangganya dengan lisannya.” Rasullah bersabda, ‘Dia di neraka.’
Lelaki itu berkata lagi, ‘Wahai Rasullah, ada lagi si fulanah, dia terkenal
sedikit puasa, sedekah, dan sholatnya. Tetapi ia suka memberi sedekah walaupun
hanya sepotong roti dan tidak suka menyakiti tetangganya dengan lisannya.’
Beliau bersabda, “Dia di surga.” (HR. Ahmad)
Inilah perkara yang sering kali kita
lupakan. Bahwa Islam bukan hanya akidah, tetapi juga ibadah, akhlak, serta
muamalah (Cara bergaul). Ibadah yang banyak tidak menjamin diri kita ke surga,
pun sebaliknya ibadah yang menurut kita sedikit belum tentu mengantarkan kita
ke neraka. Subhallah. Di sinilah kita ditutuntut untuk bertawadzun (Seimbang)
dalam megamalkan seluruh perintah Allah baik dalam konteks ibadah maupun
akhlak. Lagi-lagi lisan memiliki peran penting dalam ibadah dan akhlak
seseorang. Sempurna ibadahnya namun sayang ia lupa dengan benda yang Rasul
sudah memerintahkan untuk memperhatikannya. Semoga kita terhidar dari lisan seperti
ini.
- Mengghibah
Orang Lain
Rasullah
SAW pernah ditanya tentang pengertian ghibah kemudian beliau menjawab, “Engkau
menyebut saudaramu dengan perkara yang tidak ia sukai.” Si penanya kembali
bertanya “Bagaiamana kalau kenyataannya ia memang demikian?” Beliau bersabda
“Jika benar ia seperti yang kau katakan, engkau telah mengghibahnya. Jika
tidak, maka engaku telah memfitnahnya.” (HR. Tirmidzi)
Dua
petaka mengancam ketika kita membicarakan orang lain. Pertama petaka akibat
menggunjing, kedua petaka fitnah yang nyaris tak bisa kita hindarkan ketika
menggunjing orang lain. Allah telah mengingatkan kita:
“Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya
sebagian tindakan berprasangka itu adalah dosa. Janganlah kamu mencari-cari
kesalahan orang lain dan janganlah kamu sebahagian kamu menggunjing sebahagian
yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang
sudah mati ? Tentu kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” [Al-Hujurat : 12]
- Meng’kafir’kan
orang lain dan berdakwah tanpa amal
Fenomena
menyedihkan saat ini, dimana kita sesama umat Islam dengan mudahnya mengupat
sauadara seakidahnya dengan kata “Kafir” padahal belum tentu ia lebih baik dari
orang yang dikatakannya kafir.
“Barangsiapa
yang mengatakan kepada saudaranya, ‘Hai kafir’ maka sungguh salah seorang dari
keduanya kembali dengan menyandang kekufuran itu.” (HR. Bukhory-Muslim)
Demikian
pula halnya dalam berdakwah, acapakali kita lalai dengan apa yang kita
sampaikan. Kita mengajak orang lain untuk berbuat baik tetapi kita sendiri
lalai dalam pengamalannya. Tiada petaka yang lebih buruk dari petaka ini.
“Wahai
orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian
kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan apa-apa
yang tidak kalian kerjakan.” (Ash-Shaf: 2—3)
Kini
jelas bagi kita tiada bahaya yang lebih besar dari bahaya lisan. Namun di sisi
lain lisan jualah yang dapat mengantarkan kita ke surga. Yaitu lisan yang
terhindar dari perkara buruk dan senatiasa berdzikir. Berdzikir adalah suatu
perkara yang juga mudah diucapkan oleh lisan kita. Banyak sekali kalimat-kalimat
yang mudah kita ucapkan namun memiliki nilai besar di sisi Allah Ta’ala. Diantaranya:
“Dari
Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Ada
dua kalimat yang dicintai oleh Allah, ringan di lisan, dan berat ditimbangan:
(yaitu bacaan) subhaanallaahi wa bihamdihi subhaanallaahil ‘adzim
[Mahasuci Allah dan dengan memujiNya, Mahasuci Allah Yang Mahaagung]” (HR.
Al Bukhari)
Dan
ada kalimat yang benar-benar akan menyelamatkan kita dari neraka jika kita
bersungguh-sungguh dalam memaknainya. Yatu kalimat “Laa ilaha illallah
Muhammadar rasullah”.
Sekali
lagi hanya ada dua pilihan bagi kita, berkata yang baik atau diam. Dan mari
kita bahasi lisan kita dengan dzikir kepada Allah.
Allahu
Musata’an. Wallahu Ta’ala Bish-showwab.
#Penulis
adalah Tholibat Ma’had Abu ‘Ubaidah bin Al Jarrah Medan