HIDUP
MULIA DENGAN ILMU
Oleh:
Finza
Miris melihat kenyataan di lapangan
saat ini. Semakin hari tingkat pengangguran di negeri ini semakin meninggi
saja. Ijazah, titlel sarjana, gelar doktor, bahkan profesor sekalipun seolah
tak mempunyai arti lagi di zaman globalisasi seperti saat sekarang ini.
Lihatlah berapa banyak sarjana
jebolan universitas unggulan yang akhirnya menjadi pengangguran, berapa banyak
sarjana tunggang langgang mengantarkan surat lamaran dari satu kantor ke kantor
lainnya. Belum lagi masalah meningkatnya kriminalitas seiring meningkatnya
pengangguran. Di setiap sudut terjadi tawuran yang pelakunya tak lain adalah
mahasiswa.
Lalu bagaimana presfektif Islam
dalam hal ini?
Allah Swt. mewajibkan kepada umat
muslim untuk menuntut ilmu. Sebagaiamana
hadits Rasullah SAW. “Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap orang Islam.”
(HR. Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin
Malik).
Sungguh Islam adalah agama yang
sempurna. Salah satu cara ampuh untuk mengatasi permasalahan di atas adalah
dengan cara menuntut ilmu. Coba kita perhatikan fenomena saat ini, sering kali
kita temukan bahwa tujuan kuliah tak lagi sebagai wadah untuk menuntut ilmu
tetapi sebagai ajang berburu gelar. Setiap orang berlomba menembus Perguruan
Tinggi Negri (PTN) entah itu dengan cara yang benar maupun dengan cara yang
diharamkan sekalipun. Namun pada kenyataaannya orang-orang lebih banyak memilih
cara praktisnya saja. Yakni dengan tindakan penyuapan.Seleksi masuk yang gelar
pun menjadi sebatas formalitas saja, bagaimana tidak. Jika mereka tak lulus
dalam seleksi, mereka tinggal membayar berapa saja yang diminta. Perkara selasai.
Universitas impian pun menjadi miliknya.
Tetapi coba sejenak kita renungkan,
bagaimana jadinya generasi yang lahir dari tindak kecurangan. Generasi seperti
inilah yang menjadi pemicu meningkatkan pengangguran.
“Apakah sama antara orang yg berilmu dengan
orang yang tidak berilmu.” (QS.
Az-Zumar:9)
Senada dengan firman Swt di atas,
jelaslah bahwa Allah tidak pernah memandang kepada gelar yang didapat seorang
hamba. Tetapi Allah menilai seseorang berdasarkan ilmu yang dimilikinya. Itulah
penyebab mengapa Allah mewajibkan kita menuntut ilmu. Seorang yang berilmu
tidak hanya mudah dalam mendapatkan pekerjaan tetapi juga mulia disisi Allah.
Seperti firman Allah dalam Surah Mujadalah ayat 11:
“Wahai orang-orang yang beriman!
Apabila dikatakan kepadamu “Berilah kelapangan di dalam mejelis,” maka
lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan,
“Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat derajat
orang-orang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa
derajat. Dan Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Islam tidak menganjurkan kita untuk
menuntut ilmu yang berkaitan dengan agama saja, tetapi juga mendalami ilmu-ilmu
lainnya, seperti saints, teknologi, juga tentang kejiwaan sekalipun. Pun Islam
memerintahkan kita untuk belajar dari mana saja, tidak hanya dari sekolahan,
universitas, atau tempat-tempat formal jenis lainnya. Tetapi ilmu itu bisa
didapat dari mana saja, bahkan seorang perampok pun dapat dijadikan guru. Dalam
sebuah riwayat diceritakan, suatu hari Imam Bashri dirampok oleh seseorang.
Kemudian Hasan Bashri mengatakan “Ambillah semua hartaku yang kalian inginkan,
tetapi jangan ambil bungkusan yang ada di pundakku ini,” karena penasaran
perampok tersebut merampasnya. Kemudian tercecerlah buku-buku dari bungkusan
tersebut, “Kenapa buku-buku ini begitu berarti bagimu?’ tanya perampok. Hasan
Bashri menjawab “Buku adalah sumber ilmu.” Perampok pun berkata, “Ilmu itu di
dada, bukan di dalam buku.” Terenyuhlah hati Hasan Bashri mendengarnya. Seorang
perampok saja dapat memberikan pelajaran, bagaimana pula dengan kita yang
memiliki hati dan pikiran yang lebih jernih. Lagi-lagi kuncinya adalah ilmu.
Ibadah tanpa ilmu sudah pasti salah, tetapi ilmu saja pun tanpa pernah
beribadah tak bernilai sama sekali.
“Tuntutlah ilmu tetapi tidak
melupakan ibadah. Dan kerjakanlah ibadah tetapi tidak boleh lupa pada ilmu.”
(Imam Hasan Al-Bashri)
Kadangkala kita kerap berpikir bahwa
gelar sarjana adalah harga mati kesuksesan. Karena gelar dapat menjamin
pekerjaan. Inilah kekeliruan yang fatal. Bukankah sudah jelas bahwa Allah telah
menetapkan rezeqi pada setiap hamba-Nya. “Allah melapangkan rezeqi bagi hamba
yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang membatasi
baginya. Sungguh Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS.29:62).
Sekarang semakin jelaslah bahwa tugas
utama kita adalah belajar dan menuntut ilmu karena Allah sangat memuliakan
orang-orang yang berilmu, tentunya ilmu yang dapat memberikan rmanfaat kepada
semua orang. “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri cina.” Demikian pepatah bijak
mengatakan. Menuntut ilmu adalah kewajiban yang amat mulia. Semakin banyak ilmu
kita maka semakin mudah pula jalan kita menuju jannah-Nya.
Abu Hurairah r.a meriwayatakan dari
Nabi Muhammad Saw, “Barangsiapa menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu,
maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Imam Muslim).
Semoga kita termasuk orang-orang
yang gigih dalam mencari ilmu, bukan gigih dalam mencari gelar. Jika orientasi
kuliah adalah gelar, maka selamat menjadi pengangguran, tetapi jika orientasi
kuliah adalah ilmu, mudah-mudahan Allah meninggikan derajat kita.